
Pengalaman adalah guru terbaik, terutama ketika menghadapi bencana yang menguji batas kemampuan manusia. Tsunami Aceh pada tahun 2004 menjadi salah satu momen paling berharga dalam sejarah kemanusiaan Indonesia. Tidak hanya meninggalkan luka mendalam, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya solidaritas, sinergi, dan keberlanjutan dalam membangun ketangguhan masyarakat.
Mengubah Tragedi Menjadi Inspirasi
Tsunami Aceh bukan sekadar peristiwa bencana alam, tetapi menjadi simbol kebangkitan gerakan relawan di Indonesia. Saat bencana itu terjadi, ribuan relawan dari berbagai daerah datang tanpa pamrih untuk membantu masyarakat yang terdampak. Penghargaan Henry Dunant Medal pada tahun 2005 yang diterima relawan PMI menjadi bukti pengakuan atas pengabdian tanpa batas mereka. Momentum ini pula yang melahirkan Hari Relawan PMI setiap 26 Desember.
Namun, lebih dari sekadar penghormatan, tragedi ini mengajarkan pentingnya respons cepat, kolaborasi, dan persiapan jangka panjang dalam menghadapi bencana serupa di masa depan.
Tantangan di Lapangan: Motivasi dan Kompetensi
Menjadi relawan tidaklah mudah. Selain membutuhkan keberanian, relawan juga harus memiliki motivasi yang kuat dan keahlian yang terus diperbarui. Jevlin Solim, relawan PMI yang telah berkontribusi hingga ke tingkat internasional, menekankan pentingnya motivasi yang datang dari hati. “Mulailah dengan bertanya pada diri sendiri: ‘Mengapa saya ingin menjadi relawan?’ Karena motivasi yang tulus adalah bahan bakar utama,” ujar Jevlin.
Selain itu, peningkatan kapasitas relawan menjadi hal esensial. Dunia yang terus berubah menuntut relawan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan terkini agar mampu bersaing di tingkat global. Dukungan organisasi, pelatihan, dan sinergi dengan berbagai pihak menjadi elemen penting untuk memastikan efektivitas para relawan.
Menanamkan Nilai-Nilai Kerelawanan Sejak Dini
Kesadaran akan pentingnya regenerasi relawan terus berkembang. Kemenpora, misalnya, telah memulai program penanaman nilai-nilai kerelawanan sejak 2023 bekerja sama dengan BNPB. Tri Wuryanto, seorang relawan senior PMI, berbagi kisah tentang Humanity Trip—program yang mengajak anak-anak sekolah mengenal PMI lebih dekat. Melalui kegiatan ini, anak-anak dikenalkan pada nilai-nilai kemanusiaan, dengan harapan mereka akan tumbuh menjadi generasi relawan yang peduli terhadap sesama.
Kolaborasi untuk Ketangguhan Bersama
Ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana membutuhkan sinergi antara relawan, pemerintah, dan komunitas. Program Desa Tangguh yang melibatkan relawan SIBAT PMI menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi dapat memperkuat ketahanan masyarakat. “Relawan tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi adalah kunci,” ujar Pangarso Suryotomo, Direktur Kesiapsiagaan BNPB.
Dengan 80% wilayah Indonesia yang rawan bencana, keterlibatan semua pihak menjadi mutlak. Relawan tidak hanya menjadi aktor dalam penanganan bencana, tetapi juga agen perubahan yang membangun kesadaran dan kesiapan masyarakat untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
Membangun Ketangguhan dari Setiap Pengalaman
Setiap pengalaman menghadapi bencana adalah pelajaran yang berharga. Dari tsunami Aceh hingga berbagai bencana lainnya, relawan telah menunjukkan bahwa semangat kemanusiaan mampu melampaui segala keterbatasan.
Ketangguhan masyarakat tidak lahir secara instan, melainkan melalui perjalanan panjang penuh dedikasi, kerja sama, dan inovasi. Mari belajar dari pengalaman dan terus membangun ketangguhan untuk masa depan yang lebih baik.